Thursday, December 31, 2009

thanks a lot

Tahun baru....
Azam baru....
Suasana baru

SEMUA

itu harus ditempuhi.......

tahun 2010 menjanjikan sesuatu yang pasti
DAN oleh kerana itu, aku mesti lebih bersemangat.....

Chayo...
Aja-aja Fighting!!!



















Buat Semua,,,
Terima kasih yang tak terhingga....

To my FAMILY especially.....

I luv you all...

Friday, December 25, 2009

jom berkongsi ilmu

sekali-sekala apa kata kita berkongsi ilmu agama...hehehehe

hari ni saya akan berkongsi ilmu mengenai hari natal, itupun saya copy paste dari iluvislam.com.

ok, jom baca!!! dan tambah ilmu....

Haram, Ikut Natal Bersama!

Apabila ahli ma’ruf bercampur dengan ahli munkar, tanpa mengingkari mereka, maka ahli ma’ruf itu sebagaimana halnya orang yang meridlai dan terpengaruh dengan kemunkaran itu.

Setiap bulan Desember umat Islam selalu dihadapkan fitnah yan bisa mengancam aqidahnya. Dengan dalih toleransi dan kerukunan beragama, umat Islam diseret turut serta terlibat dalam perayaan Natal bersama. Bahkan seolah menjadi ritual wajib, pejabat yang menduduki jabatan publik harus ikut hadir. Ironisnya, ada saja di antara tokoh umat yang menyerukan kebolehan terlibat dalam perayaan Natal. Bahkan beberapa tahun lalu, ketua sebuah ormas Islam mempersilakan semua fasilitas organisasinya minus masjid digunakan sebagai perayaan Natal.

Haram Terlibat dalam Perayaan Kufur

Bagi kaum Muslim seharusnya senantiasa mengikatkan dirinya dengan hukum syara’. Dan hukum syara’ mengenai persoalan tersebut sesungguhnya telah jelas: haram. Kaum muslim diharamkan melibatkan diri di dalam perayaan hari raya orang-orang kafir, apapun bentuknya. Melibatkan diri di sini mencakup aktivitas: mengucapkan selamat, hadir di jalan-jalan untuk menyaksikan atau melihat perayaan orang kafir, mengirim kartu selamat, dan lain sebagainya. Sedangkan perayaan hari raya orang kafir di sini mencakup seluruh perayaan hari raya, perayaan orang suci mereka, dan semua hal yang berkaitan dengan hari perayaan orang-orang kafir (musyrik maupun ahlul kitab).

Ketentuan tersebut didasarkan pada firman Allah swt: al-ladzîna lâ yasyhadûna al-zûr (QS al-Furqan [25]: 72). Ayat ini menjelaskan tentang salah satu dari sifat ‘ibâd al-Rahmân. Menurut sebagian besar mufassir, makna kata al-zûr (kepalsuan) di sini adalah syirik. Demikian papar al-Syaukani dalam kitab tafsirnay, Fath al-Qadîr.. Ibnu Katsir dalam tafsirnya Tafsîr al-Qur’ân al-‘Azhîm menyitir pendapat beberapa mufassir seperti Abu ‘Aliyah, Thawus, Muhammad bin Sirrin, al-Dhahhak, al-Rabi’ bin Anas, dan lainnya, memaknai al-zûr di sini adalah hari raya kaum Musyrik. Lebih luas, Amru bin Qays menafsirkannya sebagai majelis-majelis yang buruk dan kotor.

Sedangkan kata lâ yasyhadûna, menurut jumhur ulama’ bermakna lâ yahdhurûna al-zûr, tidak menghadirinya. Demikian penjelasan al-Syaukani dalam Fath al-Qadîr. Memang ada yang memahami ayat ini berkenaan dengan pemberian kesaksian palsu (syahâdah al-zûr) yang di dalam Hadits Shahih dikategorikan sebagai dosa besar. Akan tetapi, dari konteks kalimatnya, lebih tepat jika dimaknai lâ yahdhurûnahu, tidak menghadirinya. Sebab, dalam frasa berikutnya disebutkan: “Dan apabila mereka melewati (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya” (TQS al-Furqan [25]: 72).

Dengan demikian, keseluruhan ayat ini memberikan pengertian bahwa mereka tidak menghadiri al-zûr. Dan jika mereka melewatinya, maka mereka segera melaluinya, dan tidak mau terkotori sedikit pun olehnya (lihat Imam Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, juz 3, hal. 1346).

Berdasarkan ayat ini pula, banyak fuqaha’ yang menyatakan haramnya menghadiri menghadiri perayaan hari raya kaum kafir. Ibnu Taimiyyah menyitir penjelasan beberapa ulama terkemuka mengenai persoalan ini. Ahmad bin Hanbal berkata: “Kaum Muslim telah diharamkan untuk merayakan hari raya orang-orang Yahudi dan Nasrani.“ (lihat Iqtidhâ’ al-Shirâth al-Mustaqîm, hal.201). Imam Baihaqi menyatakan, “Jika kaum Muslim diharamkan memasuki gereja, apalagi merayakan hari raya mereka.” (lihat Iqtidhâ’ al-Shirâth al-Mustaqîm, hal.201).

Sedangkan Ibnu Qayyim al-Jauziyyah dalam Ahkâm Ahl al-Dzimmah menyitir penjelasan yang dikemukakan Abu al-Qasim al-Thabari. Beliau berkata, “Tidak diperbolehkan bagi kaum Muslim menghadiri hari raya mereka karena mereka berada dalam kemunkaran dan kedustaan (zawr). Apabila ahli ma’ruf bercampur dengan ahli munkar, tanpa mengingkari mereka, maka ahli ma’ruf itu sebagaimana halnya orang yang meridlai dan terpengaruh dengan kemunkaran itu. Maka kita takut akan turunnya murka Allah atas jama’ah mereka, yang meliputi secara umum. Kita berlindung kepada Allah dari murka-Nya, juz 1. hal. 235).

Pada masa-masa kejayaan Islam, pemerintahan Islam saat itu –sejak masa Rasulullah SAW –, kaum muslim tidak diperbolehkan merayakan hari raya ahlul Kitab dan kaum musyrik. Dari Anas ra bahwa ketika Rasulullah SAW datang ke Madinah, mereka memiliki dua hari raya yang mereka rayakan, beliau pun bersabda: “Sungguh Allah swt telah mengganti dua hari itu dengan dua hari yang yang lebih baik daripada keduanya, yaitu Idul Adha dan idul Adha.” (HR. Abu Dawud dan al-Nasa’i dengan sanad yang shahih).

Pada masa pemerintahan Khalifah ‘Umar bin al-Khaththab, beliau juga telah melarang kaum Muslim merayakan hari raya orang-orang kafir. Imam Baihaqiy telah menuturkan sebuah riwayat dengan sanad shahih dari ‘Atha’ bin Dinar, bahwa Umar ra pernah berkata, “Janganlah kalian menmempelajari bahasa-bahasa orang-orang Ajam. Janganlah kalian memasuki kaum Musyrik di gereja-gereja pada hari raya mereka. Sesungguhnya murka Allah SWT akan turun kepada mereka pada hari itu.” (HR. Baihaqi). Beliau juga mengatakan: “Jauhilah musuh-musuh Allah pada di hari raya mereka.”

Jelaslah, Islam telah melarang umatnya melibatkan diri di dalam perayaan hari raya orang-orang kafir, apapun bentuknya. Melibatkan diri di sini mencakup perbuatan; mengucapkan selamat, hadir di jalan-jalan untuk menyaksikan atau melihat perayaan orang kafir, mengirim kartu selamat, dan lain sebagainya. Adapun perayaan hari raya orang kafir di sini mencakup seluruh perayaan hari raya, perayaan orang suci mereka, dan semua hal yang berkaitan dengan hari perayaan orang-orang kafir (musyrik maupun ahlul kitab).

Melenyapkan Syubhat

Di antara ayat sering digunakan untuk melegitimasi bolehnya mengucapkan selamat natal adalah firman Allah Swt: “Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali” (TQS Maryam [19]: 33).

Ayat ini sama sekali tidak menunjukkan kebolehan mengucapkan selamat natal kepada kaum Nasrani. Di dalam ayat ini memang disebutkan tentang keselamatan pada hari kelahiran Isa. Akan tetapi, itu memberitakan keselamatan Nabi Isa ketika beliau dilahirkan, diwafatkan dan dibangkitkan. Tidak ada kaitannya dengan ucapan selamat Natal. Sebab, Natal adalah perayaan dalam rangka memperingati kelahiran Yesus di Bethlehem. Sejak abad keempat Masehi, pesta atau perayaan natal ditetapkan tanggal 25 Desember, menggantikan perayaan Natalis Solis Invioti (kelahiran matahari yang yang tak terkalahkan).

Telah maklum, bahwa keyakinan Nasrani terhadap Isa as –yang mereka sebut Yesus– adalah sebagai Tuhan. Dan keyakinan ini menjadi salah satu penyebab kekufuran mereka. Banyak sekali ayat menegaskan hal ini, seperti firman QS al-Maidah [5]: 72, QS al-Maidah [5]: 73-74).

Bertolak dari fakta tersebut, perayaan Natal yang merayakan ‘kelahiran Tuhan’ merupakan sebuah kemunkaran besar. Sikap yang seharusnya dilakukan kaum Muslim terhadap pelakunya adalah menjelaskan kesesatan mereka dan mengajak mereka ke jalan yang benar, Islam. Bukan malah mengucapkan selamat terhadap mereka. Tindakan tersebut dapat dimaknai sebagai sikap ridha dan cenderung terhadap kemunkaran besar yang mereka lakukan. Padahal Allah Swt berfirman:“Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka, dan sekali-kali kamu tiada mempunyai seorang penolong pun selain daripada Allah, kemudian kamu tidak akan diberi pertolongan.” (TQS Hud [11]: 113).

Menurut Abu al-Aliyah, makna kata al-rukûn adalah ridla. Artinya ridla terhadap perbuatan orang-orang zhalim. Ibnu Abbas memaknainya al-mayl (cenderung). Sedangkan menurut al-Zamakhsyari, al-rukûn tak sekadar al-mayl, namun al-mayl al-yasîr (kecenderungan ringan). Ini berarti, setiap Muslim wajib membebaskan dirinya dari kezahliman. Bukan hanya dalam praktik, namun sekadar kecenderungan sedikit saja sudah tidak diperbolehkan.

Jelaslah, haram hukumnya kaum Muslim terlibat dalam perayaan hari raya kaum kaum kafir, baik Musyrik maupun Ahli Kitab. Wal-Lâh a’lam bi al-Shawâb. (Abu Burhan dan Abu Said)


Sumber : http://hizbut-tahrir.or.id/2009/12/20/haram-ikut-natal-bersama/


p/s:Moga-moga apa yang baik kita ambil teladan...

Thursday, December 24, 2009

+kisah mengenai maria hertogh+



Mungkin ada yang kenal ataupun tidak kenal dengan nama ini..
Tapi apa yang pasti, nama inilah yang ada dalam lipatan sejarah kita.

Maria Bertha Hertogh ataupun Natrah

Saya pernah baca buku mengenai wanita ini
dan saya akui ceritanya memang best...

Jadi, sesiapa yang belum pernah baca
saya sarankan anda untuk membacanya....

serba-sedikit mengenai Natrah

NATRAH MAAROF atau Bertha Hertogh, 72 meninggal dunia Khamis lalu yang mana kehidupannya sudah menjadi sebahagian daripada ingatan kolektif bangsa Melayu. Peristiwa yang dikenali Rusuhan Natrah akan sentiasa diingat oleh orang Melayu pada masa akan datang.

Walaupun ia berlaku pada 12 Disember 1950 di Singapura kerana kekecewaan orang Melayu apabila beliau dimurtadkan sudah berlalu hampir 59 tahun, tetapi ia akan tetap tercatat dalam memori bangsa untuk diwariskan pada generasi akan datang.

Selepas Rusuhan Natrah itu, apa saja perkembangan mengenai dirinya, apabila diketahui tetap menarik perhatian orang Melayu. Maka kini walaupun beliau sudah tiada lagi, tetapi kehidupannya akan terus dikenang kerana kepiluan hidupnya apabila dipaksa meninggalkan daripada menjadi seorang Melayu kembali kepada Belanda menyakitkan bukan saja kepada diri dan keluarga angkatnya, tetapi juga seluruh bangsa.

Sekurang-kurangnya terdapat empat dimensi yang berkaitan dengan keseluruhan hidupnya. Pertama, dimensi Melayu dalam konteks Nusantara. Kedua, agama Islam yang menjadi jati diri bangsa Melayu. Ketiga, dimensi perjuangan bangsa untuk mendapatkan kemerdekaan daripada penjajah Barat. Keempat, psikologi bangsa Melayu yang mempunyai sifat terbuka dan menerima bangsa lain, tetapi pada waktu sama mampu bertindak serius apabila hak jati diri mereka dicabar.

Natrah tidak mempunyai darah Melayu. Beliau yang lahir pada 24 Mac 1937 adalah anak Belanda tulen bernama Bertha, anak kepada Sarjan Adrianus Petrus Hertogh dan ibunya, Adeline. Maknanya, Natrah adalah anak keluarga penjajah yang lahir di tanah jajahan kerana ayahnya berkhidmat dalam tentera Belanda untuk memastikan Indonesia terus dijajah.

Natrah juga bukan lahir di Tanah Melayu. Tetapi dilahirkan di Tjimahi, Jawa, ketika itu sebahagian daripada Hindia Timur Belanda. Tetapi dalam tahun-tahun 30-an, Hindia Timur Belanda dan Tanah Melayu walaupun menjadi tanah-tanah jajahan Belanda dan Inggeris dianggap sebagai tanah air serumpun bersama.

Kedatangan Jepun mengubah hidup Natrah. Demi keselamatannya, beliau diserahkan oleh ibunya dan neneknya Nor Louise kepada Che Aminah Mohamed tanpa pengetahuan bapanya.

Pada masa kacau-bilau itu, perkara ini adalah suatu yang biasa. Dapat terus hidup adalah suatu yang sudah cukup patut dihargai terutama bagi penjajah Belanda dan Inggeris yang sedang lari daripada kemaraan Jepun.

Sejak diserahkan kepada keluarga Melayu itu, maka bermulalah Bertha berubah jati diri daripada seorang Belanda kepada Melayu. Namanya menjadi Natrah dan dia dididik sebagai seorang Islam selama lapan tahun. Bagi orang Melayu, anak angkat adalah seperti anak sendiri. Anak angkat keluarga Melayu seharusnya menjadi orang Melayu.

Lebih-lebih lagi apabila pada 15 November 1945, Natrah dibawa ke Kampung Banggol, Kemaman, Terengganu melalui Singapura. Maknanya kalau Natrah terus berada di sini, maka beliau menjadi orang Melayu dan warganegara Malaysia.

Semasa perang Jepun itu, banyak anak-anak daripada pelbagai keturunan dan agama, sama ada Inggeris, Belanda, Cina atau Jepun terselamat apabila mereka diambil sebagai anak angkat orang Melayu. Mereka membesar sebagai orang Melayu dan Islam. Tidak ada masalah dengan mereka.

Tetapi terhadap Natrah, bapanya yang dibebaskan daripada tawanan Jepun kembali ke Bandung mencari Natrah pada tahun 1945. Beliau tidak dapat menerima bahawa Natrah menjadi Melayu.

Hakikatnya ialah Hertogh adalah tentera penjajah yang bernasib baik selamat dalam perang di tanah jajahan. Kalaulah dia terbunuh dalam perang itu, maka tidak timbul Natrah hendak dikembalikan.

Begitu juga Natrah bernasib baik selamat selepas diserahkan oleh ibu dan neneknya kepada keluarga Melayu. Bukan soal dia menjadi Melayu atau Belanda. Hakikatnya dia terselamat dan dipelihara oleh keluarga angkatnya seperti anak sendiri.

Tetapi pada tahun 1950, Tanah Melayu berada dalam penjajahan Inggeris. Atas bantuan pihak berkuasa Inggeris, bapa Natrah dapat mengeluarkan Natrah daripada keluarga Melayu.

Dalam rayuan Che Aminah pada 28 Julai 1950, keluarga angkatnya itu menang. Untuk memastikan Natrah terus menjadi Melayu, beliau dinikahkan dengan Cikgu Mansor Adabi pada Ogos 1950. Mansor Adabi bukanlah calang-calang orang. Beliau adalah antara anak muda Melayu terpelajar yang timbul pada zaman itu untuk turut menyumbang kepada perjuangan kemerdekaan bangsa.

Bahagia

Ketika itu Mansor berusia 18 tahun, dan Natrah 14 tahun. Mereka hidup di Singapura dan berbahagia. Tetapi kebahagiaan mereka dirampas oleh mahkamah penjajah yang tidak menghiraukan kehendak Natrah itu sendiri.

Maka pada 12 Disember 1950 hakim memutuskan Natrah dikembalikan menjadi Belanda. Dia diperintah supaya kembali kepada ibu kandung, perkahwinannya dengan Mansor dibatalkan dan agamanya dimurtadkan.

Natrah meraung-raung di mahkamah mahu kekal berada dengan keluarga angkatnya dan mahu terus menjadi isteri Mansor. Natrah tidak mahu kembali kepada keluarga kandungnya.

"Saya beragama Islam. Saya tidak mahu pergi ke Belanda,'' kata Natrah di mahkamah sambil memeluk suaminya.

Tetapi dia tidak boleh buat apa-apa. Orang Melayu juga tidak mempunyai sebarang keupayaan. Singapura dan Tanah Melayu masih dijajah Inggeris. Apa yang hanya boleh dilakukan oleh masyarakat Melayu di Singapura ialah melancarkan rusuhan.

Dalam hal ini, tentunya Utusan Melayu yang ketika itu akhbar utama orang Melayu memainkan peranan menyiarkan laporan mengenai perbicaraan dan mahkamah serta ulasan-ulasan bagi meluahkan perasaan orang Melayu.

Maka akhirnya, Natrah dibawa juga ke Belanda, dimurtadkan, ditukarkan namanya kembali kepada Bertha dan pada 20 April 1956 berkahwin dengan Johan Gerardus Wolkenfelt.

Suaminya yang sah dari segi Islam tetapi dipisahkan secara paksa oleh Mahkamah kolonial Inggeris berkahwin dengan Zaiton Juhari setelah ketiadaan Natrah. Beliau aktif dalam Malayan Law Journal sejak tahun 1961 dan menjadi Pengarah Urusan jurnal itu sehingga tahun 1987. Beliau meninggal dunia pada 15 Oktober 1988 di Singapura.

Bagi keluarga angkat Natrah, beliau tetap anaknya. Begitu juga bagi masyarakat Melayu. Walaupun banyak tahun berlalu, ada saja keinginan dari kalangan masyarakat Melayu untuk mengetahui apa yang sedang berlaku pada Natrah.

Orang Melayu berasa pilu dengan peristiwa Natrah itu. Natrah dan keluarga-keluarganya, baik angkat atau kandung adalah mangsa.

Begitu juga dengan mereka yang terbunuh dan cedera dalam Rusuhan Natrah. Lapan belas terbunuh dan 173 cedera apabila tentera menembak para perusuh yang terdiri daripada orang Melayu di Singapura.

Kesemua mereka, dan juga masyarakat Melayu adalah kesemuanya mangsa kepada sistem penindasan kolonialisme dan imperialisme Inggeris, Belanda dan Jepun.

Friday, December 18, 2009

+salam maal hijrah+

Cuma entri yang pendek hari ini..


Salam Maal Hijrah buat korang semua.....................

Moga-moga hidup kita sentiasa diberkati oleh-Nya....

Monday, December 14, 2009

+semalam+

semalam merupakan hari terakhir Festival BerGandang dan Ekspo Perdagangan 2009....
Kiranya semalam memang happening giler lah..Ingatkan tak jadi pergi tapi di saat akhir pergi jga, erm rasanya jam 9 lebih bru kitorang jalan.

Then., 11.30 barulah pulang ke rumah...

tapi sebelum tu, aku sempat menyaksikan pertunjukan bunga api..
Wow,,, cantik.....


entri hari ni pendek jer,, tak tau nk taip pe lagi...Kebuntuan idea nie...

ermmm takper, nnti aku postkn gmbar mse festival tu ekk.

upload kat umah lma giler...

daaa........

Saturday, December 12, 2009

web yang makin bertambah








selaras dengan perkembangan dunia, maka makin bertambah-tambahlah web.
ececeh, ayat mcm ape je.huhuhuhu

pic msa sukan





yepss!wira Menang lagi!(hey, amin!jan temberang sgt ek....)


Rousevinna harapan Wira...Yuhuuuuuuuuuuuu




All of this belong to me...hehehehehe


Kawad kaki Wira is da best....


Maskot baru Wira.huhuhu,



Ustazah Salwaniah,Ckgu Hasnah and Ustazah Shaidah...
smile to the world



pic of me....hehehehe

one click for a moment..